Halo, teman-teman kelas tiga! Hari ini Bu Guru Ani akan bercerita tentang seorang anak yang bernama Tino. Tino adalah anak yang baik, ramah, dan pintar. Ia punya banyak teman di sekolah. Tapi, ada satu hal tentang Tino yang kadang membuat teman-temannya sedikit khawatir. Tino badannya agak besar. Terlalu besar, kata Bu Guru Ani.
Bu Guru Ani sering memanggil Tino untuk berbicara dari hati ke hati. "Tino," kata Bu Guru Ani dengan lembut, "kamu tahu, badan yang sehat itu seperti apa?" Tino hanya mengangguk sambil tersenyum manis. Ia tahu Bu Guru Ani sangat menyayanginya.
Badan yang sehat itu penting sekali, teman-teman. Kalau badan kita sehat, kita jadi kuat, bisa berlari kencang, bisa melompat tinggi, dan tidak mudah sakit. Tapi, badan Tino sedikit berbeda.
Setiap kali ada pelajaran olahraga, Tino sering terlihat tertinggal di belakang. Saat teman-temannya berlari mengelilingi lapangan, Tino berjalan terengah-engah. Saat bermain lompat tali, Tino kesulitan mengikuti irama tali yang berputar. Bahkan saat bermain petak umpet, Tino seringkali sulit bersembunyi karena badannya yang besar membuatnya mudah terlihat.
Teman-teman Tino sebenarnya tidak pernah mengejeknya. Mereka justru sering mengajak Tino bermain. "Ayo Tino, kita main bola!" ajak Budi, teman dekat Tino. Tino akan tersenyum dan mengangguk, tapi kemudian ia akan berkata, "Aku… aku istirahat saja dulu ya, Budi. Napasku agak berat." Budi selalu mengerti. Ia tahu Tino tidak bisa berlari secepat dirinya.

Di sekolah, Tino juga kesulitan naik ke lantai dua. Tangga sekolah terasa seperti bukit yang sangat tinggi baginya. Ia harus berhenti beberapa kali untuk mengambil napas. Bu Guru Ani kadang membantunya dengan membiarkan Tino duduk sebentar di anak tangga.
Pernah suatu kali, saat pelajaran seni, Bu Guru Ani meminta semua murid untuk menggambar hewan kesukaan mereka. Tino menggambar seekor gajah yang sangat besar dan kuat. "Gajah ini sangat kuat, Bu Guru," kata Tino bangga. Bu Guru Ani tersenyum. "Ya, Tino. Tapi gajah yang kuat pun perlu makan makanan yang sehat agar badannya tetap sehat dan kuat," balas Bu Guru Ani.
Ternyata, kegemukan Tino disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, Tino sangat suka makan. Bukan hanya makan makanan sehat seperti nasi, sayur, dan buah, tapi Tino juga sangat suka makanan manis dan berlemak. Kue cokelat, keripik kentang, minuman bersoda, dan gorengan adalah kesukaan Tino. Setiap kali melihat jajanan itu, mata Tino akan berbinar.
Kedua, Tino kurang bergerak. Setelah pulang sekolah, Tino lebih suka duduk di depan televisi menonton kartun atau bermain gawai. Ia jarang bermain di luar rumah, berlari-lari, atau bermain sepeda seperti teman-temannya.
Bu Guru Ani dan orang tua Tino mulai khawatir. Mereka tahu kegemukan bisa membuat Tino sakit. Jantungnya bisa bekerja lebih berat, lututnya bisa sakit karena menahan beban tubuh, dan ia juga bisa terkena penyakit lain saat dewasa nanti.
Suatu sore, Bu Guru Ani datang ke rumah Tino. Ibu Tino menyambutnya dengan hangat. "Bu Guru Ani, ada apa?" tanya Ibu Tino. "Saya datang karena khawatir dengan Tino, Bu," jawab Bu Guru Ani. "Tino anak yang baik, tapi kegemukan badannya mulai mengkhawatirkanku."
Ibu Tino menghela napas. "Saya tahu, Bu Guru. Saya juga sudah mencoba mengingatkan Tino, tapi dia sangat sulit menolak makanan kesukaannya."
Mereka berdua duduk bersama dan memikirkan cara membantu Tino. Bu Guru Ani memberikan beberapa saran. "Kita bisa mulai dengan mengurangi makanan manis dan berlemak sedikit demi sedikit, Bu. Dan kita juga harus lebih sering mengajak Tino bergerak."
Keesokan harinya, Bu Guru Ani mengumumkan di kelas. "Anak-anak, mulai minggu depan kita akan mengadakan gerakan sehat setiap hari. Setiap pagi sebelum pelajaran dimulai, kita akan senam bersama. Dan di jam istirahat, kita akan bermain permainan yang membuat badan bergerak."
Semua murid bersorak gembira. Tentu saja, Tino juga ikut bersorak. Ia senang bisa melakukan sesuatu yang baru bersama teman-temannya.
Hari pertama senam, Tino terlihat agak kesulitan. Gerakan tangannya sedikit berat, kakinya juga terasa kaku. Tapi ia berusaha mengikuti. Teman-temannya menyemangatinya. "Ayo Tino, kamu bisa!" seru Budi.
Saat jam istirahat, Bu Guru Ani mengajak mereka bermain lempar tangkap bola. Tino awalnya ragu. Tapi ketika bola dilemparkan kepadanya, ia mencoba menangkapnya. Tentu saja, ia sedikit kesulitan berlari. Tapi ia mencoba.
Di rumah, Ibu Tino juga mulai menerapkan saran Bu Guru Ani. Setiap sore, Ibu Tino mengajak Tino jalan-jalan di taman dekat rumah. Mereka berjalan santai sambil mengobrol. Kadang-kadang, Ibu Tino mengajak Tino bersepeda. Awalnya Tino mengeluh lelah, tapi lama-lama ia mulai menikmati. Udara segar di taman membuatnya merasa lebih baik.
Di meja makan, Ibu Tino mulai mengurangi porsi gorengan. Ia lebih sering menyajikan sayuran hijau dan buah-buahan segar. Saat Tino ingin makan kue, Ibu Tino akan menawarkan buah potong sebagai gantinya. Tentu saja, Tino masih kadang merajuk, tapi ia tahu Ibu dan Bu Guru Ani ingin yang terbaik untuknya.
Perubahan tidak terjadi dalam semalam, teman-teman. Butuh waktu dan kesabaran. Tino kadang masih merasa lelah saat senam, kadang masih kesulitan mengikuti permainan. Tapi ia terus mencoba. Ia melihat perubahan kecil pada dirinya. Ia merasa napasnya tidak seberat dulu. Saat naik tangga, ia tidak perlu berhenti sebanyak sebelumnya.
Suatu hari, saat pelajaran olahraga, Bu Guru Ani mengajak mereka bermain lari estafet. Tino awalnya merasa takut. Ia takut tidak bisa berlari cepat dan membuat timnya kalah. Tapi Budi menghampirinya. "Tino, kamu bagian dari tim kita. Kita pasti bisa bersama-sama," kata Budi sambil tersenyum.
Saat giliran Tino berlari, ia mengerahkan seluruh tenaganya. Ia berlari sekuat yang ia bisa. Ia tidak tertinggal jauh. Ia berhasil memberikan tongkat estafet kepada teman berikutnya. Timnya tidak menang, tapi Tino merasa bangga pada dirinya sendiri. Ia telah mencoba yang terbaik.
Teman-teman Tino juga mulai memahami. Mereka tahu Tino berusaha keras untuk menjadi lebih sehat. Mereka tidak lagi melihat Tino hanya sebagai anak yang badannya besar, tapi sebagai teman yang pemberani dan mau berusaha.
Beberapa bulan kemudian, terlihat perubahan nyata pada Tino. Badannya tidak lagi terlalu besar. Ia terlihat lebih ringan dan lincah. Saat senam, ia bisa mengikuti gerakan dengan lebih baik. Saat bermain, ia bisa berlari lebih jauh. Ia juga tidak mudah lelah.
Bu Guru Ani sangat senang melihat perkembangan Tino. "Tino, kamu hebat sekali!" puji Bu Guru Ani. "Kamu sudah membuktikan bahwa dengan usaha dan kemauan, kita bisa menjadi lebih sehat."
Tino tersenyum lebar. Ia sekarang lebih percaya diri. Ia tidak lagi malu saat bermain bersama teman-temannya. Ia bahkan mulai menyukai sayuran dan buah-buahan. Tentu saja, ia sesekali masih makan kue cokelat, tapi tidak sebanyak dulu. Ia tahu batasnya.
Pelajaran dari cerita Tino adalah, kegemukan bisa datang karena kebiasaan makan yang kurang sehat dan kurang bergerak. Tapi, dengan kesadaran, dukungan dari orang tua dan guru, serta kemauan diri sendiri, kita bisa mengatasi kegemukan dan menjadi lebih sehat. Badan yang sehat membuat kita bisa melakukan banyak hal menyenangkan dan belajar dengan baik.
Jadi, teman-teman kelas tiga, mari kita jaga kesehatan tubuh kita. Makanlah makanan bergizi, banyak minum air putih, dan jangan lupa bergerak setiap hari. Berlari, melompat, bermainlah di luar rumah. Dengan begitu, kita semua bisa menjadi seperti Tino, anak yang sehat, kuat, dan bahagia! Ingat, badan sehat adalah harta yang paling berharga.

